Sejarah


KARATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT


SEJARAH BERDIRINYA KASULTANAN YOGYAKARTA

Sebelum berdirinya Kasultanan Yogjakarta, Kadiaten Mangkunearan, dan Kadipaten Pakualaman, pada waktu itu hanya ada Kraton Kasunan Surakarta, pindahan dari Kraton Mataram Kartasura. Ketika istananya masih berada di Kartasura, terjadi peristiwa pemberontakan orang-orang China pada tahun 1740-1743. Paku Buwono II tidak berdaya menghadapi pemberontakan ini dan hanya dengan bantuan Belandalah peristiwa itu dapat dipadamkan. Karena istana Kartasura mengalami kerusakan yang parah sekali, lalu ibukota dipindahkan ke Desa Solo yang kemudian disebut Surakarta.

Pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono II di Keraton Surakarta (1744), masih terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Tumenggung Martopuro melawan Kraton Surakarta, namun oleh Pangeran Mangkubumi Tumenggung Martopuro dapat ditaklukkan.



Dalam suatu perundingan antara Paku Buwono II yang didamping oleh Pangeran Mangkubumi dengan pihak Belanda yang diwakili oleh Mr. Hoogendorf, utusan Belanda itu meminta Paku Buwono II untuk menyerahkan seluruh wilyah pesisir utara Jawa kepada VOC. Permintaan itu sebagai tuntutan atas jasa Belanda ketika berhasil memadamkan pemberontakan orang China di Kartosura. Pangeran Mangkubumi tidak menyetujui permintaan itu, meski ia tahu bahwa kedudukan Paku Buwono II sangat sulit. Berawal dari masalah itu Pangeran Mangkubumi kemudian memohon izin dan doa restu kepada Paku Buwono II, untuk menentang dan mengangjat senjata melawan Kompeni Belanda/ VOC.

Setelah mendapat restu dari Paku Buwono II dengan memperoleh pusaka tombak Kyai plered. Lalu pada tanggal 21 April 1747 Pangeran Mangkubumi meninggalkan Kraton Surakarta menuju ke dalam hutan bersama keluarga dan pasukan yang setia untuk bergerilya melawan VOC. Dalam mengadakan perlawanan itu, Pangeran Mangkubumi bergabung dengan RM. Said (Pangeran Sambenyawa) yang sudah lebih dahulu menentang Paku Buwono II dan VOC.

Sebelum Paku Buwono II wafat, kekuasaan seluruh tanah Jawa telah diserahkan kepada VOC (16 Desember 1749). Karena itu yang menobatkan/ mengangkat raja-raja di tanaj Jawa keturunan Paku Buwono II adalah VOC. Setelah Paku Buwono II wafat, Belanda mengangkat RM. SURYADI Sunan Paku Buwono III. Ia praktis jadi boneka, karena menurut kontrak politik, raja tersebut hanya berkedudukan sebagai peminjam tanah VOC.


Ketika pemerintah Paku Buwono III ini, perlawanan Pangeran Mangkubumi, Paku Buwono III dan Belanda/ VOC. Perjanjian itu diadakan di desa Giyanti (Salatiga). Pada tanggak 13 Febuari 1755, maka disebut Perjanjian Giyanti. Akibat perjanjian itu, kerajaan Mataram terbagi menjadi dua bagian, yaitu Kraton Surakarta dan Kraton Kasultanan Yogjakarta.

Selanjutnya dengan daerah baru itu Pangeran Mangkubumi mendirikan kerajaan Mataram Yogjakarta di wilayah Beringan tahun 156. Kemudian beliau mendapat gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I. Gelar lengkapnya adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Ngalogo Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Ing Ngayogjajarta Hadiningrat.



***

No comments:

Post a Comment